Mudahnya Jadi Pemimpin

24/04/15

Interpretasi IST lanjutan



Interpretasi IST lanjutan

Kadang kita temui masalah dalam Produktifitas Pegawai semakin menurun, sedang kalau diminta resign merasa tidak tega, atau mungkin barang kali bisa di mutasi ke bagian lain.

Sebagai contoh Pegawai Sales, pada awalnya selalu melampau target, tetapi setelah beberapa tahun hasilnya stagnan, tidak ada perubahan apalagi peningkatan, telah diupayakan ikut training tentang Marketing, tetap saja tidak ada peningkatan.

Dalam kasus seperti ini, maka alat Psikotes IST bisa kita gunakan, karena dalam Interpretasi dari IST bisa digali Dimensi “ Pembekuan – Fleksibilitas’. Bukti adanya perkembangan ke arah pembekuan ditunjukan oleh perubahan struktur inteligensi orang Dewasa yang bertambah Tua, yaitu dari sangat fleksibel ke sangat kaku.

Dalam prakteknya kita bisa dapatkan apakah pada usia tertentu seseorang sudah mengalami derajat “ Pembekuan “ atau masih dalam derajat “ Fleksibilitas “, tentunya faktor pengalaman subyek sangat berpengaruh dalam pergeseran tersebut, dimana bisa menghambat kearah derajat “ Pembekuan”.

Untuk mendiagnosis tersebut bisa kita membandingkan total SW GE+RA, dengan dari total SW AN+ZR. Jika GE+RA < AN+ZR, maka nilainya minus, menggambarkan kekenyalan atau fleksibilitas dalam berpikirnya, sebaliknya jika GE+RA > AN+ZR, maka nilainya plus, yang berati derajat kebekuan atau Festigung lebih dari pada berpikir fleksibel, dengan acuan nilai dibawah plus-minus 10, karena kalau masih kurang dari nilai sepuluh dikatakan ragu-ragu, belum bisa kita katakan terjadi pergeseran derajat cara berpikirnya.

Dalam kasus yang masih dibawah plus-minus nilai 10, harus dilihat dari Plus atau Minus dalam per subtest dengan standar norma, tentu norma standar harus dibuat secara teliti baik dalam tingkat Usia maupun Pendidikan.

Sebagai ulasan diatas, apabila Pegawai sales telah bergeser dari pola pikir fleksibilitas kearah pembekuan dengan nilai diluar plus-minus nilai 10, perlu dilihat subtes yang bisa bekerja pada bakat yang lain untuk dimutasi, atau demi efesiensi mungkin diberi hak resign.

Tentu penerapan IST ini perlu didahului dengan analisa jabatan secara detil, karena kalau hanya berdasarkan nilai Psikotes IST, hanyalah didasarkan pada Exspert Confident atau Keyakinan Keahlian dan ini kadang perkiraan bisa meleset.

20/04/15

17/04/15

Interpretasi IST sederhana

Contoh Interpretasi IST Para praktisi HRD tentu sangat ingin tahu tentang kemungkinan keberhasilan Pegawainya, setelah melakukan tes IST, karena alat ini sangat lengkap untuk memprediksi bakat dalam kecocokan dalam pekerjaan. IST singkatan dari Intelligenz Struktur Test, yang dicipta oleh Rudolf Amthauer, dan yang diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan dibuat norma adalah IST 70. Walau dekade ini telah terjadi perkembangan, terutama adalah adanya penambahan subtes tentang Memori. Contoh diatas adalah profil M dibuat nilai dari 4 subtes pertama yang terdiri lembah-bukit, menunjukan adanya bakat Teoritis atau Bahasa Kebalikan dari grafik diatas, adalah Profil W dari nilai 4 subtes yang terdiri bukit-lembah, menunjukan adanya Bakat lebih Praktis. Untuk bakat-bakat Pekerjaan yang lain tentu harus mempertimbangkan subtes-subtes yang lain, dimana dalam IST terdiri dari 9 subtes yang masing-masing mengungkap profil kecerdasan tertentu. SE ( satzergaenzung ), mengukur judgement subyek apakah berpikir mandiri atau ketergantungan pada orang lain. WA ( wortauswahl ), mengukur kemampuan Bahasa secara induktif, rasa empaty. AN ( Analogien ), mengukur kemampuan analisis sekaligus kesimpulan, menerapkan hasil penemuanya dengan dua pengertian yang lain. GE ( Gemeinsamkeiten ), mengukur kemampuan abstraksi dalam bahasa. RA ( Rechenaufgaben ), mengukur kemampuan Praktis dalam berhitung. ZR ( Zahlenrcihen ), mengukur kemampuan berhitung secara teoritis, fleksibilitas, dan kreatifitas. FA ( Figurenauswhal ), mengukur imijinasi berupa visual, yang digabungkan menjadi kesimpulan, ini menunjukan kreatifitas dalam merekrontuksi. WU( wuerfelaufgaben), mengukur kreatifitas dan fleksibilitas berpikir. ME( merkaufgaben), mengukur kemampuan mengingat atau memori. Dari ungkapan tesebut, seandainya subyek walau IQ tinggi dan adanya bebakat Teoritis, namun jika abstraksi nilai rendah, tentu tidak akan berbakat menjadi Guru.

16/04/15

Asesmen Center Bagi Perusahaan

Asesmen adalah mengumpulkan data informasi yang digunakan untuk senagai dasar keputusan, yang dikomunikasikan kepada pihak-pihak yang terkait oleh Asesor. Pada dasarnya secara tidak sadar kita sering melakukan asesmen, sebagai contoh apabila kita belum kenal seseorang, padahal kita akan memerlukan data bila ada kepentingan tertentu pada orang tersebut, kia pasti mencari tahu ciri2 orang tersebut, mencari alamat dan hal-hal lain yang menginformasikan orang baru tersebut. Dalam sebuah organisasi besar, terutama yang selalu dituntut untuk berkembang, baik kelangsungannya maupun pertumbuhannya maka perlu ada Pusat Asesmen yang bisa bernaung di bawah departemen DIKLAT. Ada 4 cara asesmen yang bisa dilakukan yakni : 1. Life Record, disini kita gali tentang Pengalaman, Pendidikan dll. 2. Alat Tes berupa Psikotes, disini kita tes dengan alat yang telah distandarisasi, kemudian diolah dala bentuk laporan 3. Interview, dari cara ini sangat bisa lebih luas yang bisa digali dari pada Psikotes. 4. Observasi, cara ini adaah yang lebih valid karena bisa diketahui performa yang nyata dalam sehari-harinya. Dalam asesmen itu harus Jelas karena berkenan dengan keakuratan interpretasinya, relevan dengan tujuan dan berdaya guna, maka mengurangi distorsi dan keidakvalid data harus diutamakan, maka tentu saja HRD wajib nenguasainya terutama asesmen psikologi dan tidak bisa diserahkan pada yang bukan ahlinya.

06/04/15

Perhitungan Gaji sederhana

Ada beberapa Faktor suatu Perusahaan bisa berjalan dan produktif, diantaranya adalah faktor ekonomi terutama Upah atau gaji Pegawainya. Dasar dan perhitungan Upah banyak jenis dan caranya, namun yang paling diabdopsi adalah Point System. Disini akan kita ilustrasikan secsra sederhana yang diabdopsi dari Halsey Plan, dimana harus kita masukan faktor2 dalam analisa jabatan supaya memudahkan perhitungan point yang kita terapkan, faktor-faktor tersebut misalnya kita batasi hanya 5, yakni : Pendidikan, Pengalaman, Tanggung Jawab, Sosial Relation dan Resiko. Faktor Pendidikan : 1. SMA Point : 10 2. D3 Point : 20 3. S1 Point : 30 4. D IV Point : 40 5. S2 Point : 50 Faktor Pengalaman : 1. 0-1 Th Point : 10 2. 2-5 Th Point : 20 3. 6-8 Th Point : 30 4. 9-14 Th Point : 40 5. 15 th > Point : 50 Faktor Tanggung Jawab : 1. Belum ada tanggung jawab karena sebatas Pelaksana Point : 10 2. Bertanggung Jawab terhadap Pegawai Groupnya Point : 20 3. Bertanggung Jawab terhadap bawahan / Supervisor : 30 4. Bertanggung Jawab terhadap para Manajer Point : 40 5. bertanggung Jawab Para Direktur Umum dan Teknik Point : 50 Sosial Relation: 1. Relasi sesama Pegawai kelompok 1 tingkat Point : 10 2. Relasi Anak buah tingkat Penyelia Point : 20 3. Relasi Anak Buah Supervisor dan sesama Manajer Point : 30 4. Relasi Anak Buah dan sesama Direktur Point : 40 5. Relasi Direktur Umum, Direktur Teknik, Stockholder dan Pemerintah Point : 50 Resiko: 1. Tidak ada Resiko Point : 10 2. Ada Resiko sederhana Point : 20 3. Resiko Cukup berat Point : 30 4. Resiko Berat Point : 40 5. Resiko Sangat Berat : 50 Karena Upah sudah ditetapkan oleh Pemerintah berupa Upah Minimum, misalkan Rp 2.500.000,- kita ambil jumlah Point yang paling kecil yakni jumlah Point 50, maka tiap Point dihitung = 2.500.000:50 = Rp 50.000,-. Seandainya Direktur Utama ; maka gaji pokok sbb. point Pendidkan : 50, point Pengalaman : 50, point Tanggung Jawab : 50, Point Relasi : 50, Point Resiko : 50, Jumlah : 250, Gaji Pokoknya adalah sebagai Direktur Utama : 250 X Rp. 50.000,- = Rp.12.500.000,-. tentang Bonus atau tunjangan diperhatungkan tersendiri, namun tidak boleh melebihi 50 % dari gaji Pokok, namun untuk tingkat Manajerial biasanya banyak tunjangan-tunjangan yang kemungkinan gaji Kotor sangat besar karena sesuai Pengetahuan, Pengalaman dan Resiko Tanggung Jawabnya.

02/04/15

Penilaian Kecakapan Pegawai

Penilaian
Kecakapan Karyawan

Dari segudang fungsi HRD, penilaian karyawan
merupakan hal yang tidak dipandang remeh. Hal ini karena bersangkutan dengan
produktifitas pegawai dalam melaksanakan visi dan misi Perusahaan.
Subyektifitas biasanya sangat dominan dalam
penilaian kecakapan karyawan, dan tidak bisa dipungkiri ini terjadi, baik di
perusahaan swasta nasional, instansi pemerintahan maupun lembaga organisasi
politik,  alasannya sngat klasik yakni
demi kenyamanan, sudah yang dikenal, atau bisa diajak kerja sama atau
bekerjasama.
Padahal Penilaian Kecakapan Karyawan mempunyai
tujauan yang penting dan utama, secara administratif untuk tujuan merotasi
pegawai, memutasi pegawai, mempromosikan pegawai dll. Secara pengembangan
Pegawai bertujuan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan  sehingga perlu adanya pelatihan tambahan,
untuk mengevaluasi pemetaan, untuk memotivasi dan untuk menyadarkan bagian
Pimpinan melakukan penilaian secara Pereodik.
Ada 5 tipe kesalahan subyektif, yang sering kita
temui dalam Penilaian Kecakapan Pegawai yakni :
1.   
Tipe Lineency
Tipe ini si Penilai cenderung
menilai lebih tinggi dari keadaannya, biasanya adanya ketakutan terhadap
kegagalan bawahannya akan berdampak pada si Atasan

2.   
Tipe Sticness
Tipe ini sangat berlawanan dengan
tipe Lineency,karena justru Atasan menilai selalu dibawah dari keadaan,
biasanya karena cenderung hubungan pribadi yang tidak harmonis.

3.   
Tipe Central Tendency
Tipe ini mencari aman saja, yakni
bawahan dinilai rata- rata dari keadaan sebenarnya.

4.   
Tipe Hallo Effect
Tipe ini menilai Pegawai
digenerelisasikan dengan kesan pekerjaan yang telah lalu. Semisal ada bawahan
yang diminta mengerjakan sesuatu tetapi tidak teliti, maka mempunyai kesan
pekerjaan apapun baginya dianggap tidak teliti.

5.      Tipe Peronal Bias.
Tipe ini sangat dipengaruhi oleh
beberapa dari ciri Personal seperti Kecantikannya, Keadaan Badannya, Umurnya,
Pengalamannya, Pendidikannya dll. Bahkan ada kesalahan subyektif yang hanya
dipandang dari adanya kesamaan dengan Si Penilai atau Atasan, misalnya kesamaan
suku, pendidikan, agama, dll.
Tentu saja kalau hal ini tidak disadari oleh si
Penilai baik itu Manajer, Supervisor atau Ketua Organisasi, maka kiat untuk menilai
Kecakapan Pegawai, Anggota ataupun Staf
tidak Fair, sehingga akan bisa berakibat mengganggu kenyaman Pegawai,
yang merupakan salah satu komponen supaya sukses, dan juga bisa menjadikan roda
organisasi tidak pada tempatnya.
Salam